PKT ALPUKAT
PENGENDALIAN KESEHATAN TANAMAN
TANAMAN ALPUKAT
OLEH
:
TIEN
APRELLA NISA (1525010025)
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR
SURABAYA
2017
( Persea
americana Mill / Persea gratissima
Gaerth )
1.
SEJARAH SINGKAT
Tanaman
alpukat merupakan tanaman buah
berupa pohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah),
boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat
(Lampung) dan lain-lain.
Tanaman
alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan
masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-1930
Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan
Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan
kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi.
2.
JENIS TANAMAN
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah
sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnolipilihanda
Ordo :
Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : P. americana
Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat
terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu:
Berasal
dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan ketinggian
antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini mempunyai daun dan buahnya yang berbau adas.
Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan. Buah kecil dengan
berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek, kulitnya tipis dan
licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan
minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.
2) Ras Guatemala
Berasal dari dataran
tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian sekitar 800-2.400 m
dpl. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin (toleransi sampai -4,5 derajat
C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar, berat
berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras, mudah rusak dan kasar
(berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah berbunga. Bijinya
relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit biji yang
melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang.
3) Ras Hindia Barat
Berasal
dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropis,
dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini sangat peka terhadap suhu
rendah, dengan toleransi sampai minus 2 derajat C. Daunnya tidak berbau adas,
warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan kedua ras yang lain. Buahnya
berukuran besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek, kulit buah
licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sesudah berbunga. Biji besar
dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari
daging buahnya paling rendah.
Varietas-varietas
alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1)
Varietas unggul
Sifat-sifat
unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama dan
penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah
berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji,
serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri
Pertanian telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
a.
Tinggi
pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.
b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang
dengan tepi rata, alpukat ijo bundar bulat panjang dengan tepi berombak.
c.
Berbuah:
alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan,
alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan.
d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg,
alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg.
f.
Rasa buah:
alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar enak, gurih,
agak kering.
g.
Diameter
buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo bundar 7,5
cm.
h.
Panjang
buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo bundar 9
cm.
i.
Hasil:
alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo bundar
20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
2) Varietas lain
Varietas
alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang terdapat
di kebun percobaan Tlekung, Malang adalah alpukat merah panjang, merah bundar,
dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin, ganter,
mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
3.
MANFAAT TANAMAN
Bagian
tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah
segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa dilakukan
masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah dalam
berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan
dasar kosmetik.
Bagian
lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat tradisional
(obat batu ginjal, rematik).
4.
SENTRA PENANAMAN
Negara-negara
penghasil alpukat dalam skala besar adalah Amerika (Florida, California,
Hawaii), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan. Dari tahun ke tahun
Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat.
Di
Indonesia, tanaman alpukat masih merupakan tanaman pekarangan, belum
dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa
Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.
5.
SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama
untuk proses penyerbukan. Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6
km/jam dapat dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang
tergolong lunak, rapuh dan mudah patah.
1) Curah
hujan minimum untuk
pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun.
Ras Hindia Barat dan persilangannya
tumbuh dengan subur pada dataran rendah beriklim tropis dengan curah hujan 2500
mm/tahun. Untuk daerah dengan curah hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6
bulan kering), tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal kedalaman air tanah
maksimal 2 m.
2) Kebutuhan
cahaya matahari untuk
pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %. Untuk
ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim kering,
bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat.
3) Suhu
optimal untuk pertumbuhan
alpukat berkisar antara 12,8-28,3
derajat C. Mengingat tanaman
alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, tanaman alpukat
dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau lebih. Besarnya suhu
kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing, antara lain ras Meksiko
memiliki daya toleransi sampai –7 derajat C, Guatemala sampai -4,5 derajat C,
dan Hindia Barat sampai 2 derajat C.
5.2. Media Tanam
1)
Tanaman
alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah tergenang air,
(sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak mengandung bahan
organik.
2)
Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung berpasir (sandy
loam), lempung liat (clay loam)
dan lempung endapan (aluvial loam).
3)
Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar
antara pH sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah
yang cukup banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional
seperti Fe, Mg, dan Zn akan berkurang.
5.3. Ketinggian Tempat
Pada
umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi,
yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang
memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl.
Untuk tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah
dengan ketinggian 1000-2000 m dpl., sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian
5-1000 m dpl.
6.1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit yang baik antara lain yang berasal dari
a.
Buah yang
sudah cukup tua.
b.
Buahnya
tidak jatuh hingga pecah.
c.
Pengadaan
bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya persarian
bersilang.
2) Penyiapan Bibit
Sampai
saat ini bibit alpukat hanya dapat diperoleh secara generatif (melalui biji)
dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi). Dari
ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena
tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan
berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih cepat
berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang sama
dengan induknya.
3) Teknik Penyemaian Bibit
a.
Penyambungan
pucuk (enten)
Pohon
pokok yang digunakan untuk enten adalah tanaman yang sudah berumur 6-7
bulan/dapat juga yang sudah berumur 1 tahun, tanaman berasal dari biji yang
berasal dari buah yang telah tua dan masak, tinggi 30 cm/kurang, dan yang
penting jaringan pada pangkal batang belum berkayu. Sebagai cabang sambungannya
digunakan ujung dahan yang masih muda dan berdiameter lebih kurang 0,7 cm.
Dahan tersebut dipotong miring sesuai dengan celah yang ada pada pohon pokok
sepanjang lebih kurang 10 cm, kemudian disisipkan ke dalam belahan di samping
pohon pokok yang diikat/dibalut. Bahan yang baik untuk mengikat adalah pita
karet, plastik, rafia/kain berlilin. Sebaiknya penyambungan pada pohon pokok
dilakukan serendah mungkin supaya tidak dapat kuncup pada tanaman pokok.
Enten-enten
yang telah disambung diletakkan di tempat teduh, tidak berangin, dan lembab.
Setiap hari tanaman disiram, dan untuk mencegah serangan penyakit sebaiknya
tanaman disemprot fungisida. Pada musim kering hama.
Tungau putih sering menyerang, untuk itu
sebaiknya dicegah dengan semprotan kelthane. Bibit biasanya sudah dapat
dipindahkan ke kebun setelah berumur 9-16 bulan, dan pemindahannya dilakukan pada
saat permulaan musim hujan
b)
Penyambungan
mata (okulasi)
Pembuatan
bibit secara okulasi dilakukan pada pohon pangkal berumur 8-10 bulan. Sebagai
mata yang akan diokulasikan diambil dari dahan yang sehat, dengan umur 1 tahun,
serta matanya tampak jelas. Waktu yang paling baik untuk menempel yaitu pada
saat kulit batang semai mudah dilepaskan dari kayunya. Caranya adalah kulit
pohon pokok disayat sepanjang 10 cm dan lebarnya 8 mm. Kulit tersebut
dilepaskan dari kayunya dan ditarik ke bawah lalu dipotong 6 cm. Selanjutnya
disayat sebuah mata dengan sedikit kayu dari cabang mata (enthout), kayu
dilepaskan pelan-pelan tanpa merusak mata. Kulit yang bermata dimasukkan di
antara kulit dan kayu yang telah disayat pada pohon pokok dan ditutup lagi,
dengan catatan mata jangan sampai tertutup. Akhirnya balut seluruhnya dengan
pita plastik. Bila dalam 3-5 hari matanya masih hijau, berarti penempelan
berhasil.
Selanjutnya
10-15 hari setelah penempelan, tali plastik dibuka. Batang pohon pokok dikerat
melintang sedalam setengah diameternya, kira-kira 5-7,5 cm di atas okulasi,
lalu dilengkungkan sehingga pertumbuhan mata dapat lebih cepat. Setelah batang
yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka bagian pohon pokok yang
dilengkungkan dipotong tepat di atas okulasi dan lukanya diratakan, kemudian
ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini dapat
dipindahkan ke kebun setelah berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling baik
adalah pada saat permulaan musim hujan.
Dalam
perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan adalah menjaga kelembaban udara
agar tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat penyambungan jangan
terlalu tinggi (antara 15-25 derajat C). Selain itu juga jangan dilakukan pada
musim hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar matahari langsung. Bibit
yang berupa sambungan perlu disiram secara rutin dan dipupuk 2 minggu sekali.
Pemupukan bisa bersamaan dengan penyiraman, yaitu dengan melarutkan 1-1,5 gram
urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun bisa juga diberikan dengan dosis
sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit
dilakukan bila perlu saja.
6.2.
Pengolahan Media Tanam
Lahan
untuk tanaman alpukat harus dikerjakan dengan baik; harus bersih dari
pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-batu yang
mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul
halus 2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga
penanaman nantinya dapat dilakukan pada awal atau saat musim hujan.
6.3. Teknik Penanaman
1) Pola Penanaman
Pola
penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara kombinasi antara
varietas-varietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tanaman
alpukat tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang
yang memiliki tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di
Indonesia, yaitu tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah
ijo panjang, ijo bundar, merah panjang, merah bundar, waldin, butler, benuk,
dickinson, puebla, taft, dan hass. Sedangkan yang tergolong tipe B adalah
collinson, itszamma, winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen.
Penyerbukan silang hanya terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh karena itu,
penanaman alpukat dalam suatu lahan harus dikombinasi antara varietas yang
memiliki tipe bunga A dan tipe bunga B sehingga bunga-bunganya saling
menyerbuki satu sama lain.
2)
Pembuatan
Lubang Tanam
a) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan
tinggi masing-masing 75 cm. Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih
kurang 2 minggu.
b)
Tanah bagian
atas dan bawah dipisahkan.
c)
Lubang
tanam ditutup kembali dengan posisi seperti semula. Tanah bagian atas dicampur
dulu dengan 20 kg pupuk kandang sebelum dimasukkan ke dalam lubang.
d)
Lubang
tanam yang telah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan mengingat letak
lubang tanam.
3)
Cara
Penanaman
Waktu penanaman yang tepat adalah pada awal
musim hujan dan tanah yang ada dalam lubang tanam tidak lagi mengalami
penurunan. Hal yang perlu diperhatikan adalah tanah yang ada dalam lubang tanam
harus lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Hal ini untuk menghindari
tergenangnya air bila disirami atau turun hujan. Langkah-langkah penanaman
adalah sebagai berikut:
a)
Lubang
tanam yang telah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah bibit.
b)
Bibit
dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya agar gumpalan tanah
tetap utuh.
c) Bibit beserta tanah yang masih menggumpal
dimasukkan dalam lubang setinggi leher batang, lalu ditimbun dan diikatkan ke
ajir.
d)
Setiap
bibit sebaiknya diberi naungan untuk menghindari sinar matahari secara
langsung, terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibuat
miring dengan bagian yang tinggi di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi sampai
tumbuh tunas-tunas baru atau lebih kurang 2-3 minggu.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1)
Penyiangan
Gulma
banyak tumbuh di sekitar tanaman karena di tempat itu banyak terdapat zat hara.
Selain merupakan saingan dalam memperoleh makanan, gulma juga merupakan tempat
bersarangnya hama dan penyakit. Oleh karena itu, agar tanaman dapat tumbuh
dengan baik maka gulma-gulma tersebut harus disiangi (dicabut) secara rutin.
2)
Penggemburan
Tanah
Tanah yang
setiap hari disiram tentu saja akan semakin padat dan udara di dalamnya semakin
sedikit. Akibatnya akar tanaman tidak dapat leluasa menyerap unsur hara. Untuk
menghindarinya, tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan dengan hati-hati
agar akar tidak putus.
3)
Penyiraman
Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air,
sehingga penyiraman perlu dilakukan setiap hari. Waktu yang tepat untuk
menyiram adalah pagi/sore hari, dan bila hari hujan tidak perlu disiram lagi.
4)
Pemangkasan
Tanaman
Pemangkasan
hanya dilakukan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat atau
ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dilakukan secara hati-hati agar luka
bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan
sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.
5)
Pemupukan
Dalam
pembudidayaan tanaman alpukat diperlukan program pemupukan yang baik dan
teratur. Mengingat sistem perakaran tanaman alpukat, khususnya akar-akar
rambutnya, hanya sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif maka pupuk harus
diberikan agak sering dengan dosis kecil.
Jumlah
pupuk yang diberikan tergantung pada umur tanaman. Bila program pemupukan
tahunan menggunakan pupuk urea (45% N), TSP (50% P), dan KCl (60% K) maka untuk tanaman berumur muda
(1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1
kg/pohon, 0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83 kg/pohon. Untuk tanaman umur produksi (5
tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 2,22-3,55
kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon. Pupuk sebaiknya diberikan 4 kali dalam
setahun.
Mengingat
tanaman alpukat hanya mempunyai sedikit akar rambut, maka sebaiknya pupuk
diletakkan sedekat mungkin dengan akar. Caranya dengan menanamkan pupuk ke
dalam lubang sedalam 30-40 cm, di mana lubang tersebut dibuat tepat di bawah
tepi tajuk tanaman, melingkari tanaman.
7.
HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama pada Daun
1)
Ulat kipat
(Cricula trisfenestrata Helf)
Ciri: Panjang tubuh 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi rambut
putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala. Gejala: Daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan.
Pada serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi tanaman tidak akan
mati, dan terlihat kepompong bergelantungan. Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung bahan
aktif monokrotofos atau Sipermetein,
misal Cymbush 50 EC dengan dosis 1-3 cc/liter atau Azodrin 15 WSC dengan dosis
2-3 cc/liter.
2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu dapat mencapai ukuran 25 cm dengan warna coklat kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat
berwarna hijau tertutup tepung putih, panjang 15 cm dan mempunyai duri yang
berdaging. Pupa terdapat di dalam kepompong yang berwarna coklat. Gejala: Sama dengan gejala
serangan ulat kipat, tetapi kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat
di antara daun. Pengendalian:
Sama dengan pemberantasan ulat kipat.
3)
Aphis gossypii Glov/A.
Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.
Ciri: Warna tubuh hijau tua sampai hitam atau kunig coklat. Hama ini mengeluarkan embun madu yang biasanya
ditumbuhi cendawan jelaga sehingga daun menjadi hitam dan semut berdatangan. Gejala: Pertumbuhan tanaman
terganggu. Pada serangan yang hebat tanaman akan kerdil dan terpilin. Pengendalian: Disemprot dengan
insektisida berbahan aktif asefat/dimetoat,
misalnya Orthene 75 SP dengan dosis 0,5-0,8 gram/liter atau Roxion 2
cc/liter.
4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus
citri Risso
Ciri: Bentuk tubuh elips, berwarna coklat kekuningan sampai merah oranye, tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3
mm, mempunyai tonjolan di tepi tubuh dengan jumlah 14-18 pasang dan yang
terpanjang di bagian pantatnya. Gejala:
Pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai
bunga, tangkai buah, dan buah yang terserang akan terlihat pucat, tertutup
massa berwarna putih, dan lama kelamaan kering. Pengendalian: Disemprot dengan insektisida yang mengandung
bahan aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau karbaril. Misalnya anthion
30 EC dosis 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2% dari konsentrasi fomula.
5)
Tungau
merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah kecoklatan, sedangkan tungau jantan hijau
kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak hitam, kaki dan bagian mulut
putih, ukuran tubuh 0,5 mm. Gejala:
Permukaan daun berbintik-bintik kuning yang kemudian akan berubah menjadi merah
tua seperti karat. Di bawah permukaan daun tampak anyaman benang yang halus.
Serangan yang hebat dapat menyebabkan daun menjadi layu dan rontok. Pengendalian: Disemprot dengan
akarisida Kelthan MF yang mengandung bahan aktif dikofoldan, dengan dosis 0,6-1
liter/ha.
7.2. Hama pada Buah
1)
Lalat buah
Dacus (Dacus dorsalis Hend.)
Ciri: Ukuran tubuh 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm. Bagian dada berwarna coklat tua bercak
kuning/putih dan bagian perut coklat muda dengan pita coklat tua. Stadium larva
berwarna putih pada saat masih muda dan kekuningan setelah dewasa, panjang
tubuhnya 1 cm. Gejala:
Terlihat bintik hitam/bejolan pada permukaan buah, yang merupakan tusukan hama
sekaligus tempat untuk meletakkan telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk
karena dimakan larva. Pengendalian:
Dengan umpan minyak citronella/umpan protein malation akan mematikan lalat yang
memakannya. Penyemprotan insektisida dapat dilakukan antara lain dengan
Hostathion 40 EC yang berbahan aktif triazofos dosis 2 cc/liter dan tindakan
yang paling baik adalah memusnahkan semua buah yang terserang atau membalik
tanah agar larva terkena sinar matahari dan mati.
2)
Codot (Cynopterus sp)
Ciri: Tubuh seperti kelelawar tetapi ukurannya lebih kecil menyerang buah-buahan
pada malam hari. Gejala:
Terdapat bagian buah yang berlubang bekas gigitan. Buah yang terserang hanya
yang telah tua, dan bagian yang dimakan adalah daging buahnya saja. Pengendalian: Menangkap codot
menggunakan jala/menakut-nakutinya menggunakan kincir angin yang diberi peluit
sehingga dapat menimbulkan suara.
7.3. Hama pada Cabang/Ranting
1)
Kumbang
bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf).
Ciri: Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini berwarna coklat tua dan berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna
putih dan panjangnya 2 mm. Gejala:
Terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang atau ranting. Terowongan
itu dapat semakin besar sehingga makanan tidak dapat tersalurakan ke daun,
kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut mati. Pengendalian: Cabang/ranting
yang terserang dipangkas dan dibakar. Dapat juga disemprot insektisida berbahan
aktif asefat atau diazinon yang terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis
pemberian 0,5-0,8 gram/liter dan Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.
7.4. Penyakit yang disebabkan Jamur
1)
Antraknosa
Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang mempunyai miselium berwarna cokleat hijau sampai
hitam kelabu dan sporanya berwarna jingga. Gejala:
Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman, kecuali akar. Bagian yang
terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga, buah/cabang tanaman
yang terserang akan gugur. Pengendalian:
Pemangkasan ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah dilakukan agak awal
(sudah tua tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang
berbahan aktif maneb seperti pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2
minggu sebelum pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2)
Bercak
daun atau bercak cokelat
Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal juga dengan Pseudocercospora purpurea
(Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menyukai tempat lembab. Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat tua di
permukaan daun atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berubah menjadi
bintik-bintik kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang
dapat dimasuki organisme lain. Pengendalian:
Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang mengandung benomyl, dengan dosis 1-2
gram/liter atau dapat juga dengan mengoleskan bubur Bordeaux.
3)
Busuk akar
dan kanker batang
Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung bahan organik,
menyukai tanah basah
dengan drainase jelek.
Gejala: Bila tanaman yang terserang akarnya maka pertumbuhannya menjadi terganggu,
tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling fatal adalah kematian pohon.
Bila batang tanaman yang terserang maka akan tampak perubahan warna kulit pada
pangkal batang.
Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan sampai ada
air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang kemudian diganti
dengan tanaman yang baru.
4) Busuk buah
Penyebab: Botryodiplodia
theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada luka pada permukaan buah.
Gejala: Bagian
yang pertama kali diserang adalah ujung tangkai buah dengan tanda adanya bercak
cokelat yang tidak teratur, yang kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit
buah akan timbul tonjolan-tonjolan kecil.
Pengendalian:
Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80 WP yang berbahan aktif
Zineb, dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
8.
PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak
adalah:
a) warna kulit tua tetapi belum menjadi
cokelat/merah dan tidak mengkilap;
b) bila buah diketuk dengan punggung kuku,
menimbulkan bunyi yang nyaring;
c)
bila buah
digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.
Penetapan
tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri. Sebaiknya perlu
diamati waktu bunga mekar sampai enam bulan kemudian, karena buah alpukat
biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar. Untuk memastikannya,
perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah contoh tersebut
masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua dan siap dipanen.
8.2. Cara Panen
Umumnya
memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik menggunakan tangan.
Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, maka panen dapat
dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada
ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong bersama sedikit
tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat
tangkai buah.
8.3. Periode Panen
Biasanya
alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan, dan musim berbuah
lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di Indonesia yang
keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim panen dapat terjadi
setiap bulan.
8.4. Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang
tumbuh dan berbuah baik dapat mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata
yang dapat diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg.
9.
PASCAPANEN
9.1. Pencucian
Pencucian
dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang menempel sehingga
mempermudah penggolongan/penyortiran. Cara pencucian tergantung pada kotoran
yang menempel.
9.2. Penyortiran
Penyortiran
buah dilakukan sejak masih berada di tingkat petani, dengan tujuan memilih buah
yang baik dan memenuhi syarat, buah yang diharapkan adalah yang memiliki ciri
sebagai berikut:
1. Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa
bercak.
2. Cukup tua tapi belum matang.
3. Ukuran buah seragam. Biasanya dipakai standar
dalam 1 kg terdiri dari 3 buah atau berbobot maksimal 400 g.
4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak
adalah yang berbentuk lonceng.
Buah yang banyak
diminta importir untuk konsumen luar negeri adalah buah alpukat yang dagingnya
berwarna kuning mentega tanpa serat. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri, semua syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan.
9.3. Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat
baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai tingkat kemasan ini
diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada saat
sudah cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka
buah harus diperam terlebih dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan
pemeraman karena tenggang waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk
sampai di tempat tujuan.
Cara
pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan memasukkan
buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung
diletakkan di tempat yang kering dan bersih.
Karena
alpukat mempunyai umur simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik sampai
siap dikonsumsi), maka bila ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat
dilakukan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan cara
tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.
9.4.
Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan
adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas. Kemasan
untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk diekspor. Untuk pemasaran di dalam
negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung plastik/keranjang, lalu
diangkut dengan menggunakan truk. Sedangkan kemasan untuk ekspor berbeda lagi,
yaitu umumnya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat. Sebelum
dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue, kemudian
diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari potongan karton.
10.
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1
Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya tanaman alpukat
dengan luas lahan 1 hektar selama 10 tahun di daerah Jawa Barat pada tahun
1999.
1) Biaya produksi
|
|
|
||||
1.
|
Bibit okulasi: 121 batang @ Rp.10.000,-
|
Rp.
|
1.210.000,-
|
|||
2.
|
Pupuk
|
|
|
|||
|
- Pupuk kandang 3 ton@ Rp. 150.000,-/ton
|
Rp.
|
450.000,-
|
|||
|
- Urea
|
|
|
|||
|
Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.500,-
|
Rp.
|
2.904.000,-
|
|||
|
Tahun ke-5-10, 9.801 kg @ Rp. 1.500,-
|
Rp. 14.701.500,-
|
||||
|
- TSP
|
|
|
|||
|
Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.600,-
|
Rp.
|
3.097.600,-
|
|||
|
Tahun ke-5-10, 9.317 kg @ Rp.1.600,-
|
Rp. 14.907.200,-
|
||||
|
- KCl
|
|
|
|||
|
Tahun ke-1-4, 1.694 kg @ Rp. 1.650,-
|
Rp.
|
2.795.100,-
|
|||
|
Tahun ke-5-10, 11.616 kg @ Rp. 1.650,-
|
Rp.
|
19.166.400,-
|
|||
4.
|
Pestisida dan fungisida
|
Rp.
|
240.000,-
|
|||
5.
|
Peralatan
|
|
|
|||
|
- Cangkul
|
Rp.
|
70.000,-
|
|||
|
- Sprayer
|
Rp.
|
250.000,-
|
|||
6.
|
Tenaga kerja
|
|
|
|||
|
- Pembajakan lahan dan pupuk dasar (borongan)
|
Rp.
|
400.000,-
|
|||
|
- Penyiraman 15 HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
105.000,-
|
|||
|
- Pemangkasan 4 HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
28.000,-
|
|||
|
- Pembuatan lubang tanam 15 HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
105.000,-
|
|||
|
- Penanaman 7 HOK @ RP. 7.000,-
|
Rp.
|
49.500,-
|
|||
|
- Penyiangan 20 HOK/tahun @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
1.400.000,-
|
|||
|
- Pemupukan 10 HOK/tahun @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
700.000,-
|
|||
|
- Perlindungan tanaman 4HOK/tahun @ Rp.
7.000,-
|
Rp.
|
280.000,-
|
|||
7.
|
Panen dan pascapanen
|
|
|
|||
|
Tahun ke-4,
|
18 HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
126.000,-
|
||
|
Tahun ke-5,
|
22 HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
154.000,-
|
||
|
Tahun ke-6,
|
35 HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
245.000,-
|
||
|
Tahun ke-7,
|
48 HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
336.000,-
|
||
|
Tahun ke-8,
|
48 HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
336.000,-
|
||
|
Tahun ke-9,
|
48 HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
336.000,-
|
||
|
Tahun ke-10, 48HOK @ Rp. 7.000,-
|
Rp.
|
336.000,-
|
|||
Jumlah biaya produksi dalam 10 tahun
|
Rp. 64.841.300,-
|
|||||
2) Pendapatan
|
|
|
|
|||
1.
|
Tahun ke-4,
|
3.300 kg @ Rp. 3.500,-
|
Rp. 11.550.000,-
|
|||
2.
|
Tahun ke-5,
|
6.500 kg @ Rp. 3.500,-
|
Rp. 22.750.000,-
|
|||
3.
|
Tahun ke-6,
|
9.800 kg @ Rp. 3.500,-
|
Rp. 34.300.000,-
|
|||
4.
|
Tahun ke-7,
|
12.000 kg @ Rp. 3.500,-
|
Rp. 42.000.000,-
|
|||
5.
|
Tahun ke-8,
|
12.200 kg @ Rp. 3.500,-
|
Rp. 42.700.000,-
|
|||
6.
|
Tahun ke-9,
|
12.500 kg @ Rp. 3.500,-
|
Rp. 43.750.000,-
|
|||
7.
|
Tahun ke-10, 12.500 kg @ Rp. 3.500,-
|
Rp. 43.750.000,-
|
||||
Jumlah pendapatan dalam 10 tahun
|
Rp.240.800.000,-
|
|||||
3) Keuntungan dalam 10 tahun
|
Rp.175.958.700,-
|
|||||
Tanaman
alpukat yang berasal dari bibit okulasi atau sambung akan mulai berbuah pada
umur 4 tahun dengan produksi 3.300 kg/ha. Produksi ini akan terus bertambah
hingga mencapai kestabilan pada tahun ke-7 (panen keempat) dengan jumlah
produksi rata-rata 12.000 kg/ha. Keuntungan baru dapat diperoleh pada panen
kedua (tahun ke-5) dan akan stabil pada panen keempat (tahun ke-7). Namun
analisis tersebut belum termasuk biaya sewa tanah.
10.2
Gambaran Peluang Agribisnis
Walaupun
keuntungan bertanam alpukat di Indonesia belum begitu bisa dirasakan karena
pengelolaannya tidak intensif, namun karena permintaannya naik maka pertanaman
alpukat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Prospek ke depan bisnis alpukat
semakin cerah sehubungan dengan semakin terbukanya peluang pasar. Tetapi
sayangnya masih banyak wilayah yang belum tergali, sehingga kesulitan
mendapatkan buah masih tetap dirasakan oleh para pedagang, baik di pasar lokal
maupun eksportir.
Alpukat
merupakan salah satu jenis buah bergizi tinggi yang semakin banyak diminati.
Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan alpukat di pasaran. Sebagai contoh,
seorang grosir membutuhkan alpukat 12-20 ton/minggu untuk pedagang pengecer di
Bogor.
Selain di
pasar lokal, pasar luar negeri pun berhasil ditembusnya. Mula-mula hanya
Singapura dan Belanda, kemudian menyusul Saudi Arabia, Perancis, dan Brunei
Darussalam. Impor Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3.790 kg dengan nilai 379
US$, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 5.749 kg dengan nilai 10.876 US$.
Situasi
harga di tingkat petani memang relatif bervariasi dibandingkan dengan di
tingkat pengecer. Harga setiap kilogram di tingkat petani di daerah Garut pada
tahun 1991 berkisar antara Rp 200,- sampai Rp 600,-. Seangkan di tingkat
pengecer biasanya lebih stabil, dan harga bisa mencapai Rp 700,- sampai Rp
1.750,-/kg. Adanya perbedaan harga yang cukup besar tersebut antara lain
disebabkan karena di tingkat pengecer risiko kerusakannya lebih tinggi.
1) Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1978).
"Pedoman penanaman jenis tanaman hortikultura dan rerumputan".
Jakarta: Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi, Departemen pertanian.
2) Hodson, R.W. (1950). "The avocado a gift
from the middle Americas". Economic Botany, (4) hal. 253
3) Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi (1997).
"Alpukat". Jakarta: Penebar Swadaya. 96 hal.
4) Kalie,
Moehd. Baga (1997).
"Alpukat: budidaya dan
pemanfaatannya".
Yogyakarta: Kanisius. 112 hal.
5) Lawrence, G.H.M. (1951). "Taxonomy of
vasculer plants" New York: The Mac Millan Company. 512 hal.
6) Mardisiswojo, S.; Mangunsudarso, H.R. (1968).
"Cabe puyang warisan nenek moyang" jilid III, Jakarta: Karya Wreda.
Hal. 24.
7) Ochse, J.J. (1931). "Fruit an fruits
culture in the Dutch East Indies". Batavia: G. Kolff and Co. 55 hal.
8) Ochse, J.J. (1961). "Tropical and
subtropicak agriculture". Vol. I. New York : The Mac Millan Company, 617
hal.
9) Palmer, D.F. (1937). "Avocado
fertilization. Cal. Avocado Ass'n. 20th ed., Coit, J.E. (ed.), Year
Book. 235 hal.
10)
Purseglove,
J.W. (1974). "Tropical crops dicotyledons". London: Longman. 192 hal.
11)
Rismunandar
(1981). "Memperbaiki lingkungan dengan bercocok tanam jambu mede dan
alpukat". Bandung: Sinar Baru 39 hal.
12)
Sunaryo,
H.; Rismunandar (1981). "Pengantar pengetahuan dasar hortikultura".
I. Bandung: Sinar Baru. 31 hal.
13)
Supriyanto,
Arry (1989). "Bibit alpukat sambung dini." Trubus, (Nov.) hal. 192.
14)
Tohir,
K.A. (1978). "Tropical agriculture. The climate, soils, cultural methods,
crops, live stock, commercial importance and opportunities of tropics".
New York:
D. Appleton and company, 112 hal.
15)
Wirasmanto
(1971). "Penggunaan alpukat". Warta Pertanian (10) hal. 19.
16)
Zentmeyer,
G.A. (1953). "Diseases of the avocado". Dalam: The year book
of agriculture United States Departement of Agriculture, Washington, D.C., hal.
875
Jakarta, Februari 2000
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di
Perdesaan, BAPPENAS
Editor : Kemal
Komentar
Posting Komentar